TVRI dan Logika Algoritma: Membangun Peradaban Bangsa di Era Digital

Jakarta, 07/8 (ANTARA) - TVRI bagi banyak orang adalah ingatan tentang masa lalu, layar yang menemani keluarga Indonesia tumbuh dan berkembang. Namun, lebih dari sekadar stasiun televisi, TVRI adalah penjaga dan pembentuk peradaban.
Di tengah gempuran disrupsi digital, tantangannya bukan lagi sekadar menyajikan program, melainkan bagaimana tetap relevan dan progresif dalam membentuk karakter bangsa yang semakin modern.
Jika hanya bermain di ranah konvensional, TVRI akan sulit bersaing. Diperlukan sebuah pendekatan strategis yang inovatif dan transformatif.
Selama enam tahun berturut-turut, LPP TVRI berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan (2018-2023). Ini menunjukkan fondasi tata kelola yang kuat.
Dengan 63 persen alokasi anggaran 2025 untuk "PROGRAM PENYIARAN PUBLIK" dan jaringan stasiun yang luas hingga ke daerah, TVRI sejatinya memiliki modal besar untuk menjalankan misinya.
Program, seperti "Sosialisasi MBG," "Peningkatan UMKM," hingga "Live Kenegaraan" yang tertuang dalam anggaran, jelas menunjukkan komitmen pada misi kebangsaan. Namun, modal ini perlu lompatan imajinasi.
Selama ini, TVRI diakui sebagai salah satu media yang paling dipercaya masyarakat Indonesia dalam pencegahan berita bohong. Ini adalah kekuatan yang tidak ternilai di tengah banjir informasi.
Namun, TVRI harus bertransformasi lebih jauh, menjadi "kurator peradaban digital". Bayangkan sebuah platform yang tidak hanya menayangkan konten, tetapi juga memverifikasi dan mengurasi informasi yang beredar di ranah digital secara aktif.
Menonton-membentuk
Program, seperti "TVRI Verifikasi", bisa menjadi garda terdepan. Bukan sekadar cek fakta, melainkan sebuah analisis mendalam yang memberikan konteks sejarah, budaya, atau ilmiah dari setiap informasi yang sedang viral.
Acara ini melatih masyarakat menjadi kritis, membedakan mana kebenaran dan mana ilusi digital. Kita tidak hanya disuguhi informasi, tetapi diajak memahami fondasinya, membangun peradaban yang berakal sehat.
Lebih jauh, TVRI bisa menjadi "kapsul waktu digital" atau "museum digital budaya Indonesia". Melalui teknologi augmented reality (AR) atau virtual reality (VR), TVRI dapat menciptakan pengalaman imersif yang mengajak penonton menjelajahi kekayaan budaya Nusantara.
TVRI Bali, misalnya, sudah berinovasi menjembatani tradisi dan teknologi. Mengembangkan ini secara nasional, memungkinkan penonton "masuk" ke Candi Borobudur, "menari" bersama penari tradisional, atau "mencicipi" kuliner khas daerah, semuanya dari genggaman gawai.
Ini bukan lagi sekadar program dokumenter, melainkan pengalaman peradaban yang hidup bagi generasi yang lahir dan tumbuh dengan teknologi.
TVRI memiliki jaringan yang luas hingga ke pelosok negeri, dengan alokasi anggaran signifikan untuk stasiun penyiaran daerah. Ini adalah kekuatan yang belum sepenuhnya tergarap.
Alih-alih hanya menjadi "penyiar," TVRI harus menjadi "inovator komunitas", memberdayakan penonton untuk menjadi pencipta konten.
Inovator peradaban
Konsep "InkubaTVRI" bisa menjadi jawabannya. Sebuah inkubator atau bootcamp yang melatih para content creator lokal, terutama dari daerah, untuk mengembangkan ide program yang relevan dengan kearifan lokal, pendidikan, atau isu sosial.
Dirut TVRI Iman Brotoseno telah mengajak content creator lokal berkolaborasi, dan TVRI Sumatera Barat telah membuka "creative hub" sebagai ruang berbagi ide.
TVRI dapat menyediakan mentor, fasilitas, dan platform penayangan, baik di TVRI nasional/daerah, maupun di kanal digitalnya.
Bayangkan video-video pendek tentang tradisi adat yang terancam punah, inovasi pertanian dari desa, atau kisah-kisah inspiratif dari pelosok negeri, diproduksi langsung oleh masyarakatnya sendiri.
Program "Citizen Reporter 2.0" juga bisa ditingkatkan. Masyarakat diberi pelatihan tentang etika jurnalistik dan validasi data.
Mereka bukan lagi sekadar melaporkan, tetapi menjadi "mata dan telinga peradaban" yang kritis dan bertanggung jawab di lingkungan masing-masing.
Jembatan peradaban
Riset menunjukkan, meskipun milenial dan Gen Z lebih banyak mengonsumsi media digital, mereka masih menonton TVRI, terutama untuk program berita yang tidak berpihak.
Namun, mereka juga menyukai konten yang on-demand, asynchronous, dan pembawa acara yang tidak terlalu kaku. Ini menunjukkan kebutuhan TVRI untuk menjadi "jembatan antar-generasi dan antar-budaya".
"Debat Peradaban Lintas Generasi" bisa menjadi format menarik. Program diskusi interaktif yang mempertemukan anak muda, milenial, dan generasi tua untuk membahas isu-isu peradaban, nilai-nilai, teknologi, dan lingkungan, dari sudut pandang masing-masing.
Dimoderasi oleh TVRI yang netral, ini bisa menjadi ruang dialog yang sehat untuk menyatukan perbedaan dan menemukan titik temu.
Tidak bisa dipungkiri, gaming adalah bagian tak terpisahkan dari peradaban modern. Mengapa tidak memanfaatkan potensi ini? "gaming for civilization" adalah pendekatan yang relevan.
TVRI bisa mengembangkan atau mendukung game edukasi yang mengangkat sejarah, budaya, atau isu sosial Indonesia.
Adakan kompetisi "esports kebangsaan" yang menumbuhkan sportivitas dan nasionalisme melalui game. Ini adalah cara "bicara" dengan generasi muda di "layar" yang mereka pahami.
Living lab media
Terakhir, TVRI harus bertransformasi menjadi "living lab media". Artinya, TVRI tidak hanya beroperasi, tetapi juga secara aktif berkolaborasi dengan universitas dan lembaga riset untuk menjadi laboratorium hidup bagi studi media dan dampaknya terhadap masyarakat.
Riset audiens TVRI tentang Gen Z sudah ada. Secara transparan, TVRI bisa memublikasikan "riset publik TVRI" yang mendalam tentang audiens dan dampak programnya.
Data dan analisis ini tidak hanya untuk kepentingan internal, tetapi juga untuk akademisi dan masyarakat luas, mendorong diskusi ilmiah tentang peran media dalam membentuk peradaban.
TVRI juga bisa melakukan "program co-creation dengan akademisi", mengundang para ahli untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan evaluasi program, memastikan bahwa setiap konten yang dihasilkan memiliki dasar teori dan data yang kuat.
Pendekatan strategis ini menuntut perubahan besar di TVRI, dari sekadar penyiar menjadi penggerak peradaban.
Ini bukan lagi tentang bertahan di tengah persaingan, melainkan tentang memimpin dan membentuk masa depan peradaban bangsa yang semakin modern dan berbudaya, dimulai dari layar TVRI.
*) Rioberto Sidauruk adalah pemerhati industri digital yang saat ini bertugas sebagai Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI
Oleh Rioberto Sidauruk *)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.